Problematika
rumah tangga tentu hanya bisa dipahami oleh pasangan suami istri
(pasutri) yang menjalani pernikahan. Berat ringannya konflik yang bisa
terjadi dalam rumah tangga bergantung pada orang-orang yang memang
terlibat dalam permasalahan tersebut.
Harmonis adalah perpaduan dari berbagai karakter warna yang membentuk
kekuatan eksistensi sebuah benda. Warna hitam misalnya, kalau berdiri
sendiri akan menimbulkan kesan suram dan dingin dan jarang orang
menyukai warna hitam secara berdiri sendiri. Tapi jika berpadu dengan
warna putih, maka ia akan memberikan corak tersendiri yang bisa
menghilangkan kesan suram dan dingin tadi. Perpaduan hitam-putih jika
ditata secara apik, akan menimbulkan kesan dinamis, gairah, dan hangat.
Demikian juga halnya dengan rumah tangga yang merupakan perpaduan
antara berbagai karakter; ada karakter pria, wanita, anak-anak, bahkan
mertua. Tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menjamin bahwa
masing-masing warna tersebut sempurna karena pasti di antara mereka
memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh sebab itu, dalam berumah tangga,
segala kekurangan dan kelebihan harus saling berpadu mengisi
kekosongan-kekosongan yang ada.
Nah, berikut beberapa tips yang dapat diaplikasikan untuk memadukan
masing-masing warna anggota keluarga sehingga terjalin suasana yang
harmonis :
- Memperlakukan istri dengan baik merupakan perkara yang dianjurkan oleh syariat
Seorang
suami wajib memperlakukan istrinya dengan baik serta banyak bersabar
dan lapang dada dalam menghadapinya, apalagi jika usianya masih belia.
Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa Aisyah r.a. pernah berkata,
“Orang-orang Habasyah (Ethiopia) masuk ke dalam masjid bermain, maka Nabi Saw. berkata kepadaku: ‘Wahai yang kemerah-merahan, apakah engkau ingin melihat mereka?’ Aku berkata, ‘Iya.’ Nabi Saw. lalu berdiri di pintu, aku mendatanginya, aku letakkan daguku di atas pundaknya, dan aku sandarkan wajahku di pipinya. Rasulullah Saw. berkata, ‘Sudah cukup (engkau melihat mereka bermain)?’ Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru.” Lalu beliau (tetap) berdiri untukku (agar aku bisa terus melihat mereka. Kemudian ia berkata, ‘Sudah cukup?’ Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru. Aku tidak ingin terus melihat mereka bermain, akan tetapi aku ingin para wanita tahu bagaimana kedudukan Rasulullah Saw. di sisiku dan kedudukanku di sisi Rasulullah Saw.’” (H.R. Bukhari dan Muslim)
- Berupaya saling mengenal dan memahami
Perbedaan lingkungan dan kondisi tempat suami atau istri tumbuh
sangat berpengaruh dalam pembentukan ragam selera, perilaku, dan sikap
masing-masing. Hal itu merupakan kewajiban setiap pasangan suami istri
(pasutri) untuk memahami keadaan ini dan berusaha mengetahui serta
mengenal pihak lain yang menjadi pasangan hidupnya. Mereka juga harus
mengetahui semua hal yang berkaitan dengan situasi kehidupan yang
mempengaruhi pasangannya sehingga dapat maju dan mewujudkan
keharmonisan.
- Panggil istrimu dengan nama yang ia sukai
Sebagaimana Rasulullah Saw. memanggil Aisyah r.a. dengan sebutan
Humaira (si Merah Delima). Maka, bertanyalah kepada istrimu mengenai
nama yang ia sukai. Istri pun harus melakukan hal yang sama yaitu
memanggil suami dengan sebutan yang disukainya.
- Saling memberikan pujian
Pada
dasarnya, manusia itu senang dipuji dan ini termasuk kebutuhan
(tabiat). Hendaknya suami sering memuji istri, demikian pula sebaliknya.
Memuji pasangan dapat dilakukan di hadapan orangtuanya atau kerabatnya
dengan menyebutkan kebaikan-kebaikan yang dimilikinya. Misalnya dengan
memuji masakannya yang enak atau semacamnya. Hal serupa juga dapat
dilakukan kepada anak-anak.
- Sekali-kali ajak istri jalan-jalan, piknik, atau rekreasi
Tentu saja, bepergian yang dimaksud adalah mengunjungi tempat-tempat
yang dihalalkan. Setiap bulannya, jadwalkan waktu pergi berdua (kencan)
dengan istri agar ia tidak sumpek terus menerus berada di rumah.
- Bersikap qana’ah
Di antara tanda keharmonisan cinta pasangan suami istri adalah sikap
merasa puas dengan yang ada (qana’ah) atau merasa puas dengan prasarana
hidup yang tersedia. Masih berkelanjutannya sikap manja, kebiasan hidup
serba ada, boros, dan berfoya-foya pada masa kecil atau remaja termasuk
salah satu faktor yang memicu pertikaian pasangan suami istri. Sikap
demikian berlawanan dengan kedewasaan yang menuntut pandangan realistis
tentang kehidupan. Hal-hal picisan dan glamour yang digembar-gemborkan
media sejatinya tidak akan menciptakan kebahagiaan. Kebahagiaan sejati
hanya akan memancar dari hati dan jiwa terdalam, bukan bertolak dari
aspek-aspek materi yang justru memicu kesenjangan dan konflik.
- Senantiasa bersikap terus-terang, jujur, dan sportif
Ini merupakan kunci kebahagiaan kehidupan rumah tangga yang tidak
mungkin nihil dari kesalahpahaman. Jika Anda melakukan kesalahan, maka
yang harus dilakukan adalah bergegas meminta maaf, berani mengakuinya,
dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi di kemudian hari. Sikap
tersebut sama sekali tidak berarti menistakan status dan harga diri
Anda. Hal itu justru mendorong pihak lain untuk menghormati,
mempercayai, dan memaafkan Anda.
- Jangan melihat ke belakang
Jangan pernah menyesali keputusan yang telah dibuat menyangkut
pernikahan. Pertanyaan seperti, “Kenapa waktu itu saya mau saja
dinikahi, ya?” atau “Kenapa tidak saya tolak saja ya pinangannya?” harus
dibuang jauh-jauh. Ketidakharmonisan bisa saja bermula dari pertanyaan
sepele tersebut. Jika rasa penyesalan berlarut, tidak tertutup
kemungkinan ketidakharmonisan berujung pada perceraian. Karena itu,
hadapilah kenyataan yang saat ini kita hadapi. Jangan lari dari masalah
dengan melongok ke belakang atau (na’udzubillah) membayangkan sosok lain
di luar pasangan kita. Hal ini akan membuka pintu setan sehingga ia
akan dengan mudah meracuni.
- Sertakan sakralitas berumah tangga
Salah
satu pijakan yang paling utama dalam berumah tangga adalah adanya
ketaatan pada syariat Allah. Jika dihitung secara materi, berumah tangga
itu melelahkan dan justru di situlah nilai pahala yang Allah janjikan.
Ketika masalah nyaris tidak menemui ujung pangkalnya, kembalikanlah itu
semua kepada Sang Pemilik Masalah, Allah Swt. Pasangkan rasa baik sangka
kepada Allah Swt. Tataplah hikmah di balik masalah. Insya Allah, ada
kebaikan dari semua masalah yang kita hadapi. Lakukanlah pendekatan
ubudiyah. Jangan bosan dengan berdoa. Bisa jadi, dengan taqarrub pada
Allah, masalah yang berat bisa terasa ringan dan secara otomatis solusi
akan terlihat di depan mata. Insya Allah!
Permasalahan rumah tangga tentu hanya bisa dipahami oleh suami atau
istri yang menjalani pernikahan. Berat ringannya konflik rumah tangga
bergantung pada orang-orang yang memang terlibat di dalam permasalahan
tersebut. Karenanya, Allah Swt. pun menyediakan pintu darurat hanya
boleh dibuka ketika segala upaya telah diusahakan. Meski diperbolehkan,
perceraian merupakan sesuatu yang dibenti oleh Allah Swt. sebagaimana
hadits riwayat Abu Daud dan Hakim yang berbunyi, “Sesuatu yang halal
tapi dibenci Allah adalah perceraian.” Jadi memang, semua terserah pada
yang menjalankan.